Jumat, 08 Januari 2021

Bumi Langit Dalam

Perjalanan hidup berupa proses pencarian jati diri serta alam semesta menghantarkan kita kepada sebuah kesimpulan berupa kebenaran relatif. Berlandaskan pemikiran tersebutlah mendorong pembentukan Bumi Langit Dalam sebagai aktualisasi diri menghadapi perkembangan zaman dewasa ini (Kesadaran untuk membaca, memahami serta mengamalkan Al-Qur’an dalam keseharian agar menjadi Hafidzh). Sebagai manusia yang terikat Sunatullah, sebuah proses bertahap yang realistis (selalu berusaha yang terbaik semaksimal mungkin mulai dari diri sendiri  saat ini juga-memanfaatkan 5 [lima] perkara sebelum datang yang 5 [lima] perkara dengan jadwal shalat 5 [lima] waktu sebagai patokannya, beristirahat/tidur sejenak jika merasa capek/letih) sudah tentu harus kita jalani. Kebutuhan kita akan Allah S.W.T (Tauhid) dilaksanakan dalam keseharian (berusaha maksimal-ihtiar) secara Rahmatan Lil Alamin yang selalu diakhiri dengan berserah diri (Islam).

Penerapan Permakultur yang subsisten (berusaha hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri/cukup untuk menegakan tulang sulbi [makan jika lapar, berhenti sebelum kenyang-1/3 padat, 1/3 cair & 1/3 gas, jika tidak sedang jadwal puasa, hanya sekali makan berat/pokok, sisanya hanya dipenuhi oleh serat dari sayuran atau buah-buahan], jika terdapat surplus hanyalah merupakan rezeki orang lain yang dititipkan Allah melalui kita-segala sesuatu yang ada di alam semesta ini gratis/tidak perlu pake uang, Allah S.W.T hanya memerintahkan kita untuk menjaga & memelihara, + seolah-olah berusaha memperbaiki) dalam keseharian, dipahami sebagai proses bertahap yang realistis untuk menyederhanakan hidup & kehidupan duniawi. Pembagian wilayah ruang tamu (Bumi Langit Luar) dan ruang keluarga serta pribadi (Bumi Langit Dalam) merupakan proses bertahap mensucikan diri secara lahir & batin (Bashiroh). Dengan adanya wilayah ruang tamu memungkinkan bagi kita untuk tetap dapat berhubungan dengan dunia luar guna bertabayyun (memastikan/klarifikasi serta mengikuti perkembangan informasi terkini), syi’ar (tatap muka maupun melalui media informasi & komunikasi) serta memenuhi kebutuhan yang belum maupun tidak dapat dipenuhi sendiri.

Jika di wilayah ruang tamu masih tetap memasak serta memiliki ketergantungan terhadap bahan kebutuhan pokok dari luar, dalam ruang keluarga konsep memasak dibatasi hanya pada proses direbus, dipanaskan oleh api, asap, sekam ataupun uap air saja, meminimalisir segala bentuk ketergantungan hanya sampai batas wilayah ruang tamu. Adapun dalam ruang pribadi, konsep memasak benar-benar dihilangkan dari keseharian hidup yang dijalani. Pemenuhan kebutuhan pokok hanya diambil dari hasil Permakultur yang tidak perlu diolah lagi. Selain tidak memasak sama sekali, sudah tentu meminimalisir segala bentuk ketergantungan hanya sampai batas wilayah ruang keluarga.

Seluruh proses yang dijalani bukan berarti sebagai sebuah penolakan terhadap kemajuan ilmu pengetahuan & teknologi. Hal ini diterapkan lebih pada titik berat agar kita senantiasa hanya mengembangkan serta mengaplikasikan ilmu pengetahuan & teknologi yang Rahmatan Lil Alamin saja (energi matahari, air, angin, mekanika pedal/kayuh dan lain sebagainya). Insya Allah, dimasa yang akan datang kita akan dapat lebih memaksimalkan pemanfaatan energi dzikr.

Demikian konsep & teori yang saya dapatkan hingga saat ini, kritik serta saran membangun sangatlah dibutuhkan guna kebaikan kita bersama. Mudah-mudahan setiap gerak & langkah yang selalu kita lakukan senantiasa menjadi amal & ibadah kita menuju Allah S.W.T.

Indikator menjalani Bumi Langit Dalam;

  1. Selalu mempertanyakan niat (Tauhid atau Syirik)
  2. Sholat tepat pada waktunya (Seluruh kegiatan sehari-hari mengacu pada waktu sholat)
  3. Iqra yang terus berkembang secara bertahap/terukur (Al-Qur’an, Sunnah, Jati Diri & Alam Semesta)
  4. Menumbuhkan ahlaqul karimah (Keras kepada diri sendiri, selalu memudahkan untuk orang lain-hukum percepatan/akselerasi yang berlawanan arah).

Indikator tersebut dibuat karena kita (individu-individu & keluarga-keluarga) bergabung menjadi sebuah komunitas, sehingga membutuhkan kesamaan gerak langkah minimal dalam keseharian. Karena niat (sebagai indikator pertama) hanya Allah S.W.T & kita saja yang mengetahui, maka indikator kedua hingga keempat merupakan sesuatu yang harus selalu diupayakan, jika tidak, maka kecenderungan melemahnya ikatan komunitas akan berakibat terhadap bubarnya kesepakatan bersama yang telah disepakati.

Selain itu, bercocok tanam non-produksi/hanya untuk memenuhi kebutuhan, proses berbuat baik (ihsan) yang ikhlas, kemudian bertawakkal, sabar dengan selalu diakhiri rasa bersyukur juga merupakan sebuah paket utuh lain yang harus selalu kita jaga (amalkan). Hal lain yang harus diwaspadai adalah kecenderungan menjadi mudah lupa, biasanya terjadi jika kita sudah berlebihan memikirkan ataupun melakukan sesuatu hal dengan niat selain karena & untuk Allah S.W.T.

Disarikan dari Syarah Risalah Ta’lim, Rukun Ukhuwah Islamiyah (Langkah bertahap membangun ummat);

  1. Ta’aruf (Saling mengenal)
  2. Tatahum (Saling memahami)
  3. Ta’awun (Saling menolong/berbagi suka)
  4. Takaful (Saling menanggung/meringankan duka orang lain)
  5. Itsar (Saling mendahulukan kebutuhan orang lain).

5 (lima) perkara sebelum datang yang 5 (lima) perkara;

  1. Hidup sebelum mati
  2. Sehat sebelum sakit
  3. Luang/senggang sebelum sibuk (selesaikanlah satu urusan, sebelum melanjutkan urusan berikutnya-bertahap berdasarkan sekala prioritas dimulai dari diri sendiri, keluarga, lingkungan terdekat hingga global)
  4. Muda sebelum tua
  5. Kaya sebelum miskin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Perawatan Kebun (Bagian Pertama)

  https://youtu.be/Kib_FquGP7s  https://www.youtube.com/watch?v=1Tk_melmv14 https://www.youtube.com/watch?v=0cUc_FKQq7M